Oleh: Bertho Lojisua
A. Paraguay dalam Penentuan Nasib
A. Paraguay dalam Penentuan Nasib
Paraguay merupakan salah satu negara dengan
luas 406.752 km persegi yang terletak di tengah-tengah kawasan Amerika Latin
dengan ibu kota bernama Asuncion, dan diapit oleh negara Argentina, Bolivia,
dan Brasilia, dengan jumlah penduduk mencapai 6 (enam) juta orang. Bahasa utama
Paraguay adalah bahasa Spanyol dan bahasa Indian Guarani. Negara ini merupakan
negara ekspor utama kedelai, kapas, daging sapi, minyak makan dan kayu, dengan
pendapatan perkapitanya 1.280 dolar AS. Namun penduduk Paraguay merupakan
penduduk yang hidup berada di bawah garis kemiskinan hal dikarenakan Parguay
dikenal juga sebagi negara yang korup dan miskin.
Kemiskinan dan korupsi oleh pemerintah di
Paraguay inilah yang kemudian menjadi salah satu latar belakang utama bagi
seorang mantan Uskup Fernando Lugo, yang dikenal sebagai pembela kaum misikin
mencalonkan diri sebagai presiden Paraguay. Fernando Lugo dicalonkan oleh
koalisi kiri-tengah, yang terdiri dari oposisi, serikat pekerja serta kelompok
sosial lainnya. Dalam pemilihan umum tanggal 20 April 2008 merupakan sebuah
sejarah baru dalam babak panggung politik di Paraguay. Hal ini bersejarah
dikaranakan Fernando Lugo merupakan salah seorang mantan Uskup atau biarawan
dan merupakan salah seorang tokoh yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat
Paraguay.
Pada tanggal 20 April 2008 Fernando Lugo
akhirnya terpilih sebagai presiden Paraguay. Kemenangan ini juga semakin
mengokohkan gelombang kebangkintan pemerintah sayap kiri di Kawasan Amerika
Latin. Hal ini menjadi sebuah langkah baru bagi rakyat Paraguay bersama
Fernando Lugo dalam menentukan perubahan peta politik di Paraguay, dimana
selama 35 tahun diantaranya Paraguay berada di bawah rezim yang dictator di
bawah kepemimpinan Jendral Alfredo di bawah payung partai konservativ Colorado
sejak tahun 1947.
Kemenangan ini di sambut oleh seluruh
pendukung Fernando Lugo di seluruh Parguay terutama di ibu kota Asuncion dengan
berbagai luapan kegembiraan dalam merayakannya. Dalam kemenangan ini Fernando
Lugo merai suara 40,6 persen. Selain itu juga keberhasilan Fernando Lugo
disambut oleh negara-negara lainnya di kawasan Amerika Latin, yang
negara-negara tersebut dipimpin oleh para pemimpin yang berhaluan sayap kiri
yang semakin memperjelas perjuangan untuk menuju ke pada kawasan Amerika Latin
yang baru, berdaulat, adil dan sosialis.
Dalam sebuah status negara yang berdaulat,
Parguay memiliki undang-undang mengenai jabatan dalam pemerintahan.
Undang-undang tersebut mengatur bahwa seornga rohaniwan tidak diperbolehkan
memegang jabatan dalam pemerintahan. Situasi dan kondisi keterpurukan rakyat
Paraguay yang tertindas oleh pemerintahan yang korup mendorong Fernando Lugo
untuk masuk ke dalam dunia politik. Pada tahun 1994, Fernando Lugo mengundurkan
diri sebagai Uskup, dengan alasan yang melandasinya ialah bahwa ia ingin terjun
di dunia politik. Fernando Lugo akhirnya menyatakan kesiapannya untuk tampil di
panggung politik untuk menghadapi Partai Konservativ Colorado yang dalam
perjalanannya berkuasa selama lebih dari 60 tahun.
Pada tahun 2006 Fernando Lugo menggalang aksi
protes terhadap Presiden Nicanor Duarte Frutos yang mana ketikan itu Nicanor
Duarte Frutos berusaha untuk kembali mencalonkan diri sebagai presiden. Dengan
situasi kondisi politik Paraguay yang berada di bawah kemiskinan dan korupsi,
membuat rakyat menjadi kecewa dan tidak puas terhadap pemerintahan Nicanor
Frutos yang dianggap tidak berhasil dalam meyelesaikan masalah sosial yang
besar. Aksi protes yang digalang oleh Fernando Lugo dinilai oleh kalangan
rakyat Paraguay sebagai sebuah bentuk solidaritas seorang mantan Uskup kepada
rakyat Paraguay, dan aksi ini dinilai dapat mengakomodir seluruh
keresahan-keresahan warga miskin serta masalah-masalah sosial lainnya yang
melilit Paraguay.
Lebih dari sepertiga dari 6.5 juta penduduk
Parguay hidup sangat miskin dan ratusan ribu lainnya meninggalkan Paraguay
dengan tujuan untuk menyambungkan hidup mereka. Selain itu masalah sosial
lainnya yang meninpa ialah jumlah warga yang buta huruf tercatat sangat tinggi,
di samping masalah pertanian yang buruh taninya tidak memiliki lahan. Berbagai ketimpangan
sosial inilah yang menjadi dorongan dan kertertarikan seorang Fernando Lugo
untuk terjun ke dalam dunia politik.
Fernando Lugo merupakan seorang mantan Uskup
yang ingin terjun ke dalam dunia politik dengan berlandaskan pada alasan untuk
merubah tatanan sosial masyrakat Paraguay yang terkurung dalam kemiskinan dan
pemerintahan yang korup. Hal ini menanrik, sebab Fernando Lugo demi memerangi
ketimpangan kehidupan sosial politik di Parguay, ia harus rela menanggalkan
kehidupannya sebagai seorang biarawan yang menjabat sebagi Uskup di Parguay
untuk berpartisipasi langsung dalam ranah politik. Ketika mulai terjun ke dunia
politik Paraguay, Fernando Lugo berjanji untuk merubah tatanan masyarakat
secara mendasar serta perubahan sistem ekonomi yang pada era kepemimpinan
sebelumnya tidak berpihak pada rakyat, dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan
mendasar rakyat Parauay. Selain masalah-masalah sosial-ekonomi, masalah politik
seperti korupsi dan nepotisme yang terjadi di Paraguay akan benar-benar
diatasi. Dalam terpilihnya Fernando Lugo sebagi presiden Paraguay pada tanggal
20 April 2008, rakyat Paraguay pun menggantungkan harapan mereka pada
janji-janji yang disampaikan Fernando Lugo dalam kampanye pemilihan presiden
Paraguai.
B. Fernando Lugo dan Gerakan Sosialisme di
Paraguay
Fernando Lugo adalah seorang mantan Uskup
Gereja Katolik Parguay yang masuk ke dalam dunia politik praktis setelah
menyatakan pengunduran dirinya sebagai seorang
uskup pada tahun 1994 untuk kemudian mencalonkan diri sebagai presiden
Parguay. Nama lengkapnya, Fernando Armindo Lugo Mendez yang lahir pada 30 Mei
1949 di San Pedro del Parana. Dan pada 20 April 2008, Fernando Lugo memenangkan
pemilu presiden Paraguay. Kemenangannya mengakhiri 61 tahun kekuasaan Partai Colorado dan berhasil
mempersatukan para pemilih untuk menentang korupsi dan kekacauan ekonomi. Ia
berjanji membersihkan korupsi dan mengangkat harkat penduduk asli Indian yang
terpinggirkan.[1]
Kemenangan
Fernando Lugo merupak sebuah sejarah dalam Paraguay dan menentukan arah dan
kemajuan ekonomi, politik, yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat
Paraguay pada umumnya. Sebelumnya Paraguay adalah sebuah negara kecil di
kawasan Amerika Latin yang selama 61 tahun dipimpin oleh rezim Colorado yang
tidak memiliki keberpihakan dalam kebijakan politik terhadap rakyat Paraguay
dan lebih condong kepada kepentingan kapital dan didukung oleh pemikiran
liberal, yang tidak terlebas dari kepentingan Amerika Serikat.
Kemenangan Fernando Lugo diraih melalui
Aliansi Patriotik untuk Perubahan (Patriotic Alliance for Change), suatu front
luas yang berupa gabungan dari kekuatan-kekuatan patriotik, yang bersama-sama
memperjuangkan terjadinya perubahan di Paraguay. Kemenangan Fernando Lugo
menunjukkan bahwa politik “memihak rakyat miskin” sesuai pedoman aliansinya,
mendapat simpati dan dukungan besar dari rakyat.[2] Kemenangan ini menjadi
sebuah langkah baru bagi rakyat Paraguay yang telah sekian lama menanti
perubahan yang tentunya memihak kepada kepentingan-kepentinga rakyat, khususnya
rakayat kelas bawah, yang hidup di bawah garis kemiskinan oleh kebijakan
politik rezim Colorado.
Selain sebagai sebuah langkah baru bagi rakyat
Paraguay dalam merubah tatanan sosial yang hancur dan tergerus oleh korupsi dan
kediktaroran rezim Colorado. Juga merupakan sebuah tugas sosial baru yang besar dan berat bagi Fernando Lugo dalam
mensemestakan gagasan sosialisme di Paraguay yang mana sangat menekankan pada
praktik dan bukan hanya sebatas retorika yang bersifat ideologis. Sosialisme
bagi Fernando Lugo dilihat sebagai ideologi tandingan dari leberalisme yang
selama ini menjadi penghambat kesejahteraan dalam diri rakyat Paraguy.
Sejak akhir
Perang Dunia II, sosialisme telah muncul di Amerika Latin, dan revolusi Kuba
1959 menjadi sebuah alur dari kebangkitan sosialisme di Amerika Latin. Revolusi Kuba merupakan revolusu pertama di
Amerika Latin dan sebagai gerbang masuknya sosialisme yang membongkar tampuk
imperialism di Amerika Latin. Revolusi ini dimotori oleh Fedel Castro dengan
melakukan perlawan dan mengambil alih kekuasaan di Kuba. Dari situ kemudian
lahir organisasi – organisasi kiri di Amerika Latin, oraganisasi ini kemudian
mengadakan pertemuan dalam konferensi
Organisasi Solidaritas Amerika Latin (OLAS) pada tahun 1961 di Hayana, yang
mana dalam pertemuan ini membahas tentang upaya dan strategi perjuangan dalam
Organisasi Solidaritas Amerika Latin untuk mematahkan berbagai bentuk intrik dan
imperialism Amerika Serikat melalui tindakan militer atau pun
kebijakan-kebijakan politik yang mengarah kepada Amerika Latin.
Negara-negar di
Amerika Latin telah banyak menganut ideologi sosialisme, sebagai bentuk
ideologi tandingan liberalisme yang dinilai hanya memperkeruh keadaan
sosial-politik di Amerika Latin. Meskipun hampir sebagian besar negara-negara
di Amerika Latin menganut sosialisme namun di bumi Paraguay sendiri nampaknya
gema dan gerakan sosialisme tidak terjamah dan merambah ke dalam kehidupan
sosial rakyat Paraguay. Hal ini di sebabkan oleh pemerintahan Paraguay yang sejak
tahun 1945 adalah antikomunis dan
pro-Barat.
Politik Luar
Negeri Paraguay pada masa pemerintahan Strossner condong ke Barat, terutama ke
Amerika Serikat dan Eropa Barat, yang mana Nampak jelas dalam suara-suara
dukungan yang diberikannya dalam PBB, OAS, masalah Kuba dan masalah Komunisme.[3]
Paraguay dalam
kepemimpinan Alfredo Strossner yang menjabat sebagai presiden sejak tanggal 15
Agustus 1945 hingga Februari 1989, lebih mengarahkan kebijakan politiknya
kepada kepentingan-kepentingan Amerika Serikat. Rezim Alfredo Strossner dan
rezim- rezim yang setelahnya memiliki pilihan politik yang sama. Pilihan untuk
berada di dalam ideologi liberalisme, hal ini disebabkan oleh keraguan-keraguan
yang timbul dari sosialime akan kelemahannya dalam perekonomian.
Pilihan atas
keberpihakan ideologi politik ini, nyatanya sangat berpengaruh pada keberadaan
Paraguay sendiri yang berbanding lurus dengan ketimpangan-ketimpangan sosial,
seperti kemiskinan, pengangguran, ekploitasi buruh (gajih buruh murah), serta
keterpurukan birokrasi negara yang tercermin melalui korupsi pada
instansi-intansi negera. Paraguay negara yang memiliki luas 406.752 km persegi
ini di bawah rezim Colorado, menjadi pusat pardangan gelap kokain, kopi dan
mobil mewah, dan keuntungan ini diperuntukan untuk para politisi, konglomerat,
dan para pembesar-pembesar militer. Ketimpangan lain ialah sebanyak 77persen
tanah pertanian dikuasai kaum tuan tanah yang jumlahnya hanya 1 persen dari
total jumlah penduduk.
Pada 20 April
2008, merupakan sebuah sejarah baru bagi paraguai setelah terpilihnya
Ferdinando Lugo dalam pemilihan Paraguay. Paraguay membukan lembaran baru
sebagai sebuah negara di Amerika Latin yang akan menganut sosialisme dalam
perjalanan politik untuk membentuk negara dan masyarakatnya. Hal ini
dipengaruhi oleh sosok Fernandno Lugo sebagai seorang mantan Uskup yang
menganut ajaran sosialis. Fernando Lugo menjadi sebuah antitesis dari
kontrakdiksi antara sosialisme dan liberalisme di Paraguay yang mengakar selama
bertahun-tahun.
Terpilihnya
Fernando Lugo, didukung oleh berbagai pihak-pihak yang pro terhadap sosok
kepemimpinan seorang Lugo sebagi seorang mantan Uskup yang sangat dekat dengan
kehiupan rakyat Paraguay. Kemenangannya juga tidak terlepas dari aksi
demonstrasi politiknya di alun-alun kota, pada 2006 dengan membawa bendera
Alianza Patriotia para el Cambio atau Aliansi untuk Perubahan, yang mana
melibatkan ribuan warga Paraguay termasuk para pelajar dan partai oposisi yaitu
Partai Liberal Radikal Autentik (PLRA), serta organisai-organisasi sosial yang
mendukungnya. Aksi ini untuk menyatakan perang terhadap kemiskinan dan korupsi.
Gerakan masa ini kemudian menjadi semangat yang mengilhami Fernando Lugo maju
dan terpilih menjadi presiden dan mengusung sosialisme sebagai sebuah landasan
dalam menjalankan roda perpolitikan Paraguay. Setelah terpilihnya menjadi
kepala negera Paraguay, hubungannya dengan negara-negara dan para pemimpin
sosialis di Amerika Latin seperti Presiden Venezuela Hugo Chavez dan Presiden
Bolivia Evo Morales yang terkenal radikal telah dijalinnya.
Kemenangan Lugo
menjadi kepala negara Paraguay ini menunjukkan bahwa ternyata pandangan atau
politik kiri yang mengutamakan rakyat miskin bisa mengalahkan kekuatan atau
kekuasaan politik reaksioner walaupun sudah bercokol terus-menerus selama 61
tahun. Kemenangan Lugo mencerminkan bahwa pandangan atau programnya yang
pro-rakyat dan anti-neoliberalisme yang dijajakan oleh AS (dan
pendukung-pendukungnya) adalah sesuai dengan aspirasi rakyat Paraguay yang
mendambakan perubahan mendasar dari keterbelakangan politik, sosial dan ekonomi
yang telah membuat sengsara sebagian besar rakyat.[4]
C.
Bagaimana dengan
Indonesia
Dari awal
kemerdekaan Indonesia 1945 hingga kini, nampaknya Indonesia belum terlalu punya
banyak keberanian untuk menentang kapitalisme yang menyusup ke dalam
ruang-ruang kehidupan rakyatnya. Awal kepemimpinan Soekarno sebagai Presiden
pertama di Indonesia, merupakan titik kebangkitan nasionalisme yang
berlandaskan pada Pancasila sebagai roh dari kehidupan berbangsa dan bernegara.
Soekarno merupakan sosok pemimpin yang memiliki nasionalime yang tinggi
terhadap bangsanya. Menolak segala bentuk imperlialisme baru adalah salah satu
pokok dari semangatnya.
Namun dalam
perjalanan politik yang kontra terhadap kapitalime, Soekarno pun akhirnya
dilengserkan dengan gerakan politik perkoncoan dengan kepentingan dan muatan
kapitalisme. Pasca jatuhnya Soekarno, Indonesia kemudian menjadi negeri para
investor asing dengan mengekploitasi berbagai sumber kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya. Kapitalisme menjadi dewa yang dipuja-puja oleh para
petinggi elit politik. Sementara suara-suara rakyat dibungkam dengan berbagai
cara dan alat. Pada masa Soeharto semua bentuk pembangunan infrastruktur
menjadi sangat pesar. Secara kasat mata masyarakat awan menilai bahwa Indonesia
telah maju dengan berbagai bentuk pembangunan yang ada dan yang akan
dicanangkan. Sementara pada tataran lain bentuk-bentuk pembanguanan ini
hanyalah alat untuk melanggengakan mulusnya penamaman modal asing dalam negeri.
Setalah masa
Soeharto dan hingga kini, banyak bentuk-bentuk kemajuan yang diperoleh oleh
para pemimpin kita. Namun bentuk-bentuk kemajuan itu tidaklah serta merta
menuntaskan ketertindasan rakyat. Kemajuan yang diperoleh malah terlihat lebih
banyak melenceng pada amanat konstitusi negara yang telah diperjuangkan dan
dibuat oleh para ‘founding father’
bangsa hanya untuk kepentingan segelintir elit-elit yang dipercayakan rakyat. Perjuangan
bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan bukanlah perjuangan dalam semalam,
namun merupakan sebuah perjalanan panjang dalam menyusun kerangka
ke-Indonesiaan yang satu.
“Maka oleh karena itu aku pesan kepadamu,
bagaimananpun juga cintailah negara ini dan junjunglah nama negara ini sebab
negara ini bukan hasil dari perjuangan satu atau dua hari, bukan suatu hasil
perjuangan yang enteng, tidak, tetapi dengan pengorbanan-pengorbanan, sekali lagi
pengorbanan” (Soekarno)
DAFTAR PUSTAKA
SUMBER BUKU
BACAAN
Hidayat Mukmin, 2006, Pergolakan di Amerika Latin dalam Dasawarsa
ini, Ghalia Indonesia, Yogyakarta
SUMBER INTERNET
Fernando Lugo (http://id.wikipedia.org/w/index.php?
Title=Fernando_Lugo&user format=mobile).
Orang Jujur,
Ikhlas dan Baik itu Masih Ada (http://www.p2kp.org.wartareply.asp?
Catid=2&mid=2436&&07/01/2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar