Jumat, 23 November 2012

KEBANGKITAN SOSIALISME PASCA TERPILIHNYA FERNANDO LUGO SEBAGAI PRESIDEN PARAGUAY (2008)


 Oleh: Bertho Lojisua

A.     Paraguay dalam Penentuan Nasib
Paraguay merupakan salah satu negara dengan luas 406.752 km persegi yang terletak di tengah-tengah kawasan Amerika Latin dengan ibu kota bernama Asuncion, dan diapit oleh negara Argentina, Bolivia, dan Brasilia, dengan jumlah penduduk mencapai 6 (enam) juta orang. Bahasa utama Paraguay adalah bahasa Spanyol dan bahasa Indian Guarani. Negara ini merupakan negara ekspor utama kedelai, kapas, daging sapi, minyak makan dan kayu, dengan pendapatan perkapitanya 1.280 dolar AS. Namun penduduk Paraguay merupakan penduduk yang hidup berada di bawah garis kemiskinan hal dikarenakan Parguay dikenal juga sebagi negara yang korup dan miskin.

Kemiskinan dan korupsi oleh pemerintah di Paraguay inilah yang kemudian menjadi salah satu latar belakang utama bagi seorang mantan Uskup Fernando Lugo, yang dikenal sebagai pembela kaum misikin mencalonkan diri sebagai presiden Paraguay. Fernando Lugo dicalonkan oleh koalisi kiri-tengah, yang terdiri dari oposisi, serikat pekerja serta kelompok sosial lainnya. Dalam pemilihan umum tanggal 20 April 2008 merupakan sebuah sejarah baru dalam babak panggung politik di Paraguay. Hal ini bersejarah dikaranakan Fernando Lugo merupakan salah seorang mantan Uskup atau biarawan dan merupakan salah seorang tokoh yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Paraguay.

Pada tanggal 20 April 2008 Fernando Lugo akhirnya terpilih sebagai presiden Paraguay. Kemenangan ini juga semakin mengokohkan gelombang kebangkintan pemerintah sayap kiri di Kawasan Amerika Latin. Hal ini menjadi sebuah langkah baru bagi rakyat Paraguay bersama Fernando Lugo dalam menentukan perubahan peta politik di Paraguay, dimana selama 35 tahun diantaranya Paraguay berada di bawah rezim yang dictator di bawah kepemimpinan Jendral Alfredo di bawah payung partai konservativ Colorado sejak tahun 1947.

Kemenangan ini di sambut oleh seluruh pendukung Fernando Lugo di seluruh Parguay terutama di ibu kota Asuncion dengan berbagai luapan kegembiraan dalam merayakannya. Dalam kemenangan ini Fernando Lugo merai suara 40,6 persen. Selain itu juga keberhasilan Fernando Lugo disambut oleh negara-negara lainnya di kawasan Amerika Latin, yang negara-negara tersebut dipimpin oleh para pemimpin yang berhaluan sayap kiri yang semakin memperjelas perjuangan untuk menuju ke pada kawasan Amerika Latin yang baru, berdaulat, adil dan sosialis.

Dalam sebuah status negara yang berdaulat, Parguay memiliki undang-undang mengenai jabatan dalam pemerintahan. Undang-undang tersebut mengatur bahwa seornga rohaniwan tidak diperbolehkan memegang jabatan dalam pemerintahan. Situasi dan kondisi keterpurukan rakyat Paraguay yang tertindas oleh pemerintahan yang korup mendorong Fernando Lugo untuk masuk ke dalam dunia politik. Pada tahun 1994, Fernando Lugo mengundurkan diri sebagai Uskup, dengan alasan yang melandasinya ialah bahwa ia ingin terjun di dunia politik. Fernando Lugo akhirnya menyatakan kesiapannya untuk tampil di panggung politik untuk menghadapi Partai Konservativ Colorado yang dalam perjalanannya berkuasa selama lebih dari 60 tahun.
Pada tahun 2006 Fernando Lugo menggalang aksi protes terhadap Presiden Nicanor Duarte Frutos yang mana ketikan itu Nicanor Duarte Frutos berusaha untuk kembali mencalonkan diri sebagai presiden. Dengan situasi kondisi politik Paraguay yang berada di bawah kemiskinan dan korupsi, membuat rakyat menjadi kecewa dan tidak puas terhadap pemerintahan Nicanor Frutos yang dianggap tidak berhasil dalam meyelesaikan masalah sosial yang besar. Aksi protes yang digalang oleh Fernando Lugo dinilai oleh kalangan rakyat Paraguay sebagai sebuah bentuk solidaritas seorang mantan Uskup kepada rakyat Paraguay, dan aksi ini dinilai dapat mengakomodir seluruh keresahan-keresahan warga miskin serta masalah-masalah sosial lainnya yang melilit Paraguay.

Lebih dari sepertiga dari 6.5 juta penduduk Parguay hidup sangat miskin dan ratusan ribu lainnya meninggalkan Paraguay dengan tujuan untuk menyambungkan hidup mereka. Selain itu masalah sosial lainnya yang meninpa ialah jumlah warga yang buta huruf tercatat sangat tinggi, di samping masalah pertanian yang buruh taninya tidak memiliki lahan. Berbagai ketimpangan sosial inilah yang menjadi dorongan dan kertertarikan seorang Fernando Lugo untuk terjun ke dalam dunia politik.

Fernando Lugo merupakan seorang mantan Uskup yang ingin terjun ke dalam dunia politik dengan berlandaskan pada alasan untuk merubah tatanan sosial masyrakat Paraguay yang terkurung dalam kemiskinan dan pemerintahan yang korup. Hal ini menanrik, sebab Fernando Lugo demi memerangi ketimpangan kehidupan sosial politik di Parguay, ia harus rela menanggalkan kehidupannya sebagai seorang biarawan yang menjabat sebagi Uskup di Parguay untuk berpartisipasi langsung dalam ranah politik. Ketika mulai terjun ke dunia politik Paraguay, Fernando Lugo berjanji untuk merubah tatanan masyarakat secara mendasar serta perubahan sistem ekonomi yang pada era kepemimpinan sebelumnya tidak berpihak pada rakyat, dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar rakyat Parauay. Selain masalah-masalah sosial-ekonomi, masalah politik seperti korupsi dan nepotisme yang terjadi di Paraguay akan benar-benar diatasi. Dalam terpilihnya Fernando Lugo sebagi presiden Paraguay pada tanggal 20 April 2008, rakyat Paraguay pun menggantungkan harapan mereka pada janji-janji yang disampaikan Fernando Lugo dalam kampanye pemilihan presiden Paraguai.
 
B.     Fernando Lugo dan Gerakan Sosialisme di Paraguay
 Fernando Lugo adalah seorang mantan Uskup Gereja Katolik Parguay yang masuk ke dalam dunia politik praktis setelah menyatakan pengunduran dirinya sebagai seorang  uskup pada tahun 1994 untuk kemudian mencalonkan diri sebagai presiden Parguay. Nama lengkapnya, Fernando Armindo Lugo Mendez yang lahir pada 30 Mei 1949 di San Pedro del Parana. Dan pada 20 April 2008, Fernando Lugo memenangkan pemilu presiden Paraguay. Kemenangannya mengakhiri 61 tahun kekuasaan Partai Colorado dan berhasil mempersatukan para pemilih untuk menentang korupsi dan kekacauan ekonomi. Ia berjanji membersihkan korupsi dan mengangkat harkat penduduk asli Indian yang terpinggirkan.[1]
Kemenangan Fernando Lugo merupak sebuah sejarah dalam Paraguay dan menentukan arah dan kemajuan ekonomi, politik, yang mempengaruhi kehidupan sosial masyarakat Paraguay pada umumnya. Sebelumnya Paraguay adalah sebuah negara kecil di kawasan Amerika Latin yang selama 61 tahun dipimpin oleh rezim Colorado yang tidak memiliki keberpihakan dalam kebijakan politik terhadap rakyat Paraguay dan lebih condong kepada kepentingan kapital dan didukung oleh pemikiran liberal, yang tidak terlebas dari kepentingan Amerika Serikat.

Kemenangan Fernando Lugo diraih melalui Aliansi Patriotik untuk Perubahan (Patriotic Alliance for Change), suatu front luas yang berupa gabungan dari kekuatan-kekuatan patriotik, yang bersama-sama memperjuangkan terjadinya perubahan di Paraguay. Kemenangan Fernando Lugo menunjukkan bahwa politik “memihak rakyat miskin” sesuai pedoman aliansinya, mendapat simpati dan dukungan besar dari rakyat.[2] Kemenangan ini menjadi sebuah langkah baru bagi rakyat Paraguay yang telah sekian lama menanti perubahan yang tentunya memihak kepada kepentingan-kepentinga rakyat, khususnya rakayat kelas bawah, yang hidup di bawah garis kemiskinan oleh kebijakan politik rezim Colorado.

Selain sebagai sebuah langkah baru bagi rakyat Paraguay dalam merubah tatanan sosial yang hancur dan tergerus oleh korupsi dan kediktaroran rezim Colorado. Juga merupakan sebuah tugas sosial baru  yang besar dan berat bagi Fernando Lugo dalam mensemestakan gagasan sosialisme di Paraguay yang mana sangat menekankan pada praktik dan bukan hanya sebatas retorika yang bersifat ideologis. Sosialisme bagi Fernando Lugo dilihat sebagai ideologi tandingan dari leberalisme yang selama ini menjadi penghambat kesejahteraan dalam diri rakyat Paraguy.

Sejak akhir Perang Dunia II, sosialisme telah muncul di Amerika Latin, dan revolusi Kuba 1959 menjadi sebuah alur dari kebangkitan sosialisme di Amerika Latin.  Revolusi Kuba merupakan revolusu pertama di Amerika Latin dan sebagai gerbang masuknya sosialisme yang membongkar tampuk imperialism di Amerika Latin. Revolusi ini dimotori oleh Fedel Castro dengan melakukan perlawan dan mengambil alih kekuasaan di Kuba. Dari situ kemudian lahir organisasi – organisasi kiri di Amerika Latin, oraganisasi ini kemudian mengadakan  pertemuan dalam konferensi Organisasi Solidaritas Amerika Latin (OLAS) pada tahun 1961 di Hayana, yang mana dalam pertemuan ini membahas tentang upaya dan strategi perjuangan dalam Organisasi Solidaritas Amerika Latin untuk mematahkan berbagai bentuk intrik dan imperialism Amerika Serikat melalui tindakan militer atau pun kebijakan-kebijakan politik yang mengarah kepada Amerika Latin.

Negara-negar di Amerika Latin telah banyak menganut ideologi sosialisme, sebagai bentuk ideologi tandingan liberalisme yang dinilai hanya memperkeruh keadaan sosial-politik di Amerika Latin. Meskipun hampir sebagian besar negara-negara di Amerika Latin menganut sosialisme namun di bumi Paraguay sendiri nampaknya gema dan gerakan sosialisme tidak terjamah dan merambah ke dalam kehidupan sosial rakyat Paraguay. Hal ini di sebabkan oleh pemerintahan Paraguay yang sejak tahun 1945  adalah antikomunis dan pro-Barat.

Politik Luar Negeri Paraguay pada masa pemerintahan Strossner condong ke Barat, terutama ke Amerika Serikat dan Eropa Barat, yang mana Nampak jelas dalam suara-suara dukungan yang diberikannya dalam PBB, OAS, masalah Kuba dan masalah Komunisme.[3] 

Paraguay dalam kepemimpinan Alfredo Strossner yang menjabat sebagai presiden sejak tanggal 15 Agustus 1945 hingga Februari 1989, lebih mengarahkan kebijakan politiknya kepada kepentingan-kepentingan Amerika Serikat. Rezim Alfredo Strossner dan rezim- rezim yang setelahnya memiliki pilihan politik yang sama. Pilihan untuk berada di dalam ideologi liberalisme, hal ini disebabkan oleh keraguan-keraguan yang timbul dari sosialime akan kelemahannya dalam perekonomian.

Pilihan atas keberpihakan ideologi politik ini, nyatanya sangat berpengaruh pada keberadaan Paraguay sendiri yang berbanding lurus dengan ketimpangan-ketimpangan sosial, seperti kemiskinan, pengangguran, ekploitasi buruh (gajih buruh murah), serta keterpurukan birokrasi negara yang tercermin melalui korupsi pada instansi-intansi negera. Paraguay negara yang memiliki luas 406.752 km persegi ini di bawah rezim Colorado, menjadi pusat pardangan gelap kokain, kopi dan mobil mewah, dan keuntungan ini diperuntukan untuk para politisi, konglomerat, dan para pembesar-pembesar militer. Ketimpangan lain ialah sebanyak 77persen tanah pertanian dikuasai kaum tuan tanah yang jumlahnya hanya 1 persen dari total jumlah penduduk.

Pada 20 April 2008, merupakan sebuah sejarah baru bagi paraguai setelah terpilihnya Ferdinando Lugo dalam pemilihan Paraguay. Paraguay membukan lembaran baru sebagai sebuah negara di Amerika Latin yang akan menganut sosialisme dalam perjalanan politik untuk membentuk negara dan masyarakatnya. Hal ini dipengaruhi oleh sosok Fernandno Lugo sebagai seorang mantan Uskup yang menganut ajaran sosialis. Fernando Lugo menjadi sebuah antitesis dari kontrakdiksi antara sosialisme dan liberalisme di Paraguay yang mengakar selama bertahun-tahun.

Terpilihnya Fernando Lugo, didukung oleh berbagai pihak-pihak yang pro terhadap sosok kepemimpinan seorang Lugo sebagi seorang mantan Uskup yang sangat dekat dengan kehiupan rakyat Paraguay. Kemenangannya juga tidak terlepas dari aksi demonstrasi politiknya di alun-alun kota, pada 2006 dengan membawa bendera Alianza Patriotia para el Cambio atau Aliansi untuk Perubahan, yang mana melibatkan ribuan warga Paraguay termasuk para pelajar dan partai oposisi yaitu Partai Liberal Radikal Autentik (PLRA), serta organisai-organisasi sosial yang mendukungnya. Aksi ini untuk menyatakan perang terhadap kemiskinan dan korupsi. Gerakan masa ini kemudian menjadi semangat yang mengilhami Fernando Lugo maju dan terpilih menjadi presiden dan mengusung sosialisme sebagai sebuah landasan dalam menjalankan roda perpolitikan Paraguay. Setelah terpilihnya menjadi kepala negera Paraguay, hubungannya dengan negara-negara dan para pemimpin sosialis di Amerika Latin seperti Presiden Venezuela Hugo Chavez dan Presiden Bolivia Evo Morales yang terkenal radikal telah dijalinnya.

Kemenangan Lugo menjadi kepala negara Paraguay ini menunjukkan bahwa ternyata pandangan atau politik kiri yang mengutamakan rakyat miskin bisa mengalahkan kekuatan atau kekuasaan politik reaksioner walaupun sudah bercokol terus-menerus selama 61 tahun. Kemenangan Lugo mencerminkan bahwa pandangan atau programnya yang pro-rakyat dan anti-neoliberalisme yang dijajakan oleh AS (dan pendukung-pendukungnya) adalah sesuai dengan aspirasi rakyat Paraguay yang mendambakan perubahan mendasar dari keterbelakangan politik, sosial dan ekonomi yang telah membuat sengsara sebagian besar rakyat.[4]

C.     Bagaimana dengan Indonesia
Dari awal kemerdekaan Indonesia 1945 hingga kini, nampaknya Indonesia belum terlalu punya banyak keberanian untuk menentang kapitalisme yang menyusup ke dalam ruang-ruang kehidupan rakyatnya. Awal kepemimpinan Soekarno sebagai Presiden pertama di Indonesia, merupakan titik kebangkitan nasionalisme yang berlandaskan pada Pancasila sebagai roh dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Soekarno merupakan sosok pemimpin yang memiliki nasionalime yang tinggi terhadap bangsanya. Menolak segala bentuk imperlialisme baru adalah salah satu pokok dari semangatnya.
Namun dalam perjalanan politik yang kontra terhadap kapitalime, Soekarno pun akhirnya dilengserkan dengan gerakan politik perkoncoan dengan kepentingan dan muatan kapitalisme. Pasca jatuhnya Soekarno, Indonesia kemudian menjadi negeri para investor asing dengan mengekploitasi berbagai sumber kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Kapitalisme menjadi dewa yang dipuja-puja oleh para petinggi elit politik. Sementara suara-suara rakyat dibungkam dengan berbagai cara dan alat. Pada masa Soeharto semua bentuk pembangunan infrastruktur menjadi sangat pesar. Secara kasat mata masyarakat awan menilai bahwa Indonesia telah maju dengan berbagai bentuk pembangunan yang ada dan yang akan dicanangkan. Sementara pada tataran lain bentuk-bentuk pembanguanan ini hanyalah alat untuk melanggengakan mulusnya penamaman modal asing dalam negeri.
Setalah masa Soeharto dan hingga kini, banyak bentuk-bentuk kemajuan yang diperoleh oleh para pemimpin kita. Namun bentuk-bentuk kemajuan itu tidaklah serta merta menuntaskan ketertindasan rakyat. Kemajuan yang diperoleh malah terlihat lebih banyak melenceng pada amanat konstitusi negara yang telah diperjuangkan dan dibuat oleh para ‘founding father’ bangsa hanya untuk kepentingan segelintir elit-elit yang dipercayakan rakyat. Perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan bukanlah perjuangan dalam semalam, namun merupakan sebuah perjalanan panjang dalam menyusun kerangka ke-Indonesiaan yang satu.
“Maka oleh karena itu aku pesan kepadamu, bagaimananpun juga cintailah negara ini dan junjunglah nama negara ini sebab negara ini bukan hasil dari perjuangan satu atau dua hari, bukan suatu hasil perjuangan yang enteng, tidak, tetapi dengan pengorbanan-pengorbanan, sekali lagi pengorbanan” (Soekarno)







DAFTAR PUSTAKA
SUMBER BUKU BACAAN
Hidayat Mukmin, 2006, Pergolakan di Amerika Latin dalam Dasawarsa ini, Ghalia Indonesia, Yogyakarta


SUMBER INTERNET
Fernando Lugo (http://id.wikipedia.org/w/index.php? Title=Fernando_Lugo&user format=mobile).

Orang Jujur, Ikhlas dan Baik itu Masih Ada (http://www.p2kp.org.wartareply.asp? Catid=2&mid=2436&&07/01/2009).





Tidak ada komentar:

Posting Komentar