Doc. Dibertho Lojisua - di Kawasan Malioboro |
Sore hari di pukul 14.35.
Mencari segelas kopi setelah jatuhnya gerimis. Sengaja kami tidak
membawa kendaraan pribadi. Sengaja kami ke Timur kota lalu kembali ke Barat.
Itu karena ingin berlama-lama berkeliling dengan Trans Jogja, sebab lama sudah
tak menumpanginya, ah..aromanya masih seperti dulu meski suaranya agak menua. Rupanya
angin berhembus ke Malioboro, tepatnya di ujung Selatan.
Yah itu yang disebut Titik Nol atau Nol Kilometer. Tempat wisata yang
lebih sering digandrungi ketika malam. Sebuah area yang hampir boleh dikatakan cukup
kecil, cukup biasa, namun memang selalu istimewa. Seperti halnya brand image Yogyakarta sebagai kota
Istimewa disamping sebagai kota budaya dan kota pelajar. Sore kemarin rupanya
sekitar Titik Nol atau sekitar Benteng Vredeburg,
kurang ramai namun damai. Kebetulan saat itu setelah jatuhnya gerimis, sambil
kopi hitam diseruputi. Kami bercerita sesekali menyuluh gelak tawa lalu padam
menjadi senyum.
Tidak lupa kami berfoto-foto, lalu memuji foto kami sendiri, atau
menertawainya bersama. Setelah dipikir-pikir ternyata kami masih sehat, masih
bisa membedakan mana yang buruk untuk ditertawakan, dan mana yang bagus untuk
diapresiakan. Sesekali kadang kedua adik saya, si Robby dan si Regas
menggunakan bahasa non verbal-nya. Kepala
digeleng-geleng, lidah berjetak-jetak seperti Cecak, dan sebuah kalimat lokal berbunyi
dari mulut mereka ‘Walaa ti ada obat la’!! yang jika
dikalimat-internasionalkan ‘Wow so
Awesome’!! hahaa..
Banyak yang akan disajikan untuk disaksikan di sini. Apa lagi ketika
malam minggu,segala pentas atau karya yang bernuansa seni dan kreatif menjadi
tak terelakkan, mulai dari lukisan, tarian, patung, pocong-pocongan, komunitas
pecinta reptil, seni musik jalanan. Hinga penggalangan dana oleh komunitas
tertentu/ mahsasiswa, jualan kaos dan jam tangan sampai jasa pembuatan tato dan
masih banyak lagi. Termasuk pameran komunitas motor dari yang paling
konvensional hingga kontemporer. Kadang komunitas mobil seperti VW contohnya
yang beberapa kali saya jumpai. Sayangnya kedatangan kami lebih awal dari
biasanya. Sehingga sedikit longgar dan sepih. Tempat ini menjadi ramai dan
padat dengan berbagai pertunjukan dan hadirnya berbagai komunitas ketika pukul
19.30 hingga subuh menjelang. Berbagai etnis mahasiswa dari berbagai penjuru
nusantara dapat dijumpai di sana, hingga turis asing dan domestik. Semuanya
menjadi satu di sana, menjadi indah, menjadi istimewa.
Malam di pukul 18.27.
Takut ketinggalan TJ, lalu kami pulang. Seusai menyeruput kopi setelah
jatuhnya gerimis. Mungkin kami akan kembali lagi, mungkin di pukul 19.00/22.00
di hari itu juga, mungkin juga tidak. Tetapi yang pasti bahwa kami pasti akan
kembali. Ku rasa seperti kebanyakan orang juga merasakan demikian. Akan
kembali.
#Dibertho @jOgJa, 20 Februari 2016.