Senin, 22 Februari 2016

Karena Kopi Setelah Jatuhnya Gerimis


Doc. Dibertho Lojisua - di Kawasan Malioboro

Sore hari di pukul 14.35.

Mencari segelas kopi setelah jatuhnya gerimis. Sengaja kami tidak membawa kendaraan pribadi. Sengaja kami ke Timur kota lalu kembali ke Barat. Itu karena ingin berlama-lama berkeliling dengan Trans Jogja, sebab lama sudah tak menumpanginya, ah..aromanya masih seperti dulu meski suaranya agak menua. Rupanya angin berhembus ke Malioboro, tepatnya di ujung Selatan.

Yah itu yang disebut Titik Nol atau Nol Kilometer. Tempat wisata yang lebih sering digandrungi ketika malam. Sebuah area yang hampir boleh dikatakan cukup kecil, cukup biasa, namun memang selalu istimewa. Seperti halnya brand image Yogyakarta sebagai kota Istimewa disamping sebagai kota budaya dan kota pelajar. Sore kemarin rupanya sekitar Titik Nol atau sekitar Benteng Vredeburg, kurang ramai namun damai. Kebetulan saat itu setelah jatuhnya gerimis, sambil kopi hitam diseruputi. Kami bercerita sesekali menyuluh gelak tawa lalu padam menjadi senyum.

Tidak lupa kami berfoto-foto, lalu memuji foto kami sendiri, atau menertawainya bersama. Setelah dipikir-pikir ternyata kami masih sehat, masih bisa membedakan mana yang buruk untuk ditertawakan, dan mana yang bagus untuk diapresiakan. Sesekali kadang kedua adik saya, si Robby dan si Regas menggunakan bahasa non verbal-nya. Kepala digeleng-geleng, lidah berjetak-jetak seperti Cecak, dan sebuah kalimat lokal berbunyi dari mulut mereka ‘Walaa ti ada obat  la’!! yang jika dikalimat-internasionalkan ‘Wow so Awesome’!! hahaa..

Banyak yang akan disajikan untuk disaksikan di sini. Apa lagi ketika malam minggu,segala pentas atau karya yang bernuansa seni dan kreatif menjadi tak terelakkan, mulai dari lukisan, tarian, patung, pocong-pocongan, komunitas pecinta reptil, seni musik jalanan. Hinga penggalangan dana oleh komunitas tertentu/ mahsasiswa, jualan kaos dan jam tangan sampai jasa pembuatan tato dan masih banyak lagi. Termasuk pameran komunitas motor dari yang paling konvensional hingga kontemporer. Kadang komunitas mobil seperti VW contohnya yang beberapa kali saya jumpai. Sayangnya kedatangan kami lebih awal dari biasanya. Sehingga sedikit longgar dan sepih. Tempat ini menjadi ramai dan padat dengan berbagai pertunjukan dan hadirnya berbagai komunitas ketika pukul 19.30 hingga subuh menjelang. Berbagai etnis mahasiswa dari berbagai penjuru nusantara dapat dijumpai di sana, hingga turis asing dan domestik. Semuanya menjadi satu di sana, menjadi indah, menjadi istimewa.

Malam di pukul 18.27.

Takut ketinggalan TJ, lalu kami pulang. Seusai menyeruput kopi setelah jatuhnya gerimis. Mungkin kami akan kembali lagi, mungkin di pukul 19.00/22.00 di hari itu juga, mungkin juga tidak. Tetapi yang pasti bahwa kami pasti akan kembali. Ku rasa seperti kebanyakan orang juga merasakan demikian. Akan kembali.


#Dibertho @jOgJa, 20 Februari 2016.

Kamis, 11 Februari 2016

Kopi Sunyi

Kopi segelas asap
Sekepul nada
Merambat di batas hari
Di dua belas delapan belas

Kopi segelas sunyi
Merangkul perseteruan pada batas hari
sunyi menandai sebuah awal
Doc.Dibertho Lojisua
kebisingan hanyalah pencarian sebuah awal
dari mana..itu tanya dari kebisingan
yang tak pernah berujung
butuh sunyi yang sempurna
agar kau sedikit mengerti tentang sebuah awal

Kopi segelas tanya
ada sunyi tersenyap
ada setitik awal yang terlihat
ada sebutir awal yang kan kau imani kau resapi
Dia lah awal dari segala awal..
Sentuhlah dia dalam segelas kopimu
Sebab cinta-Nya di mana-mana pun berupa-rupa..
Tinggalah kau memilih..

Aku telah memilihnya untuk meresapi cinta-Nya
Dalam kesederhanaan..dalam segelas kopi yang sering tersenyap..
Yah..tinggalah kau memilih oleh caramu sendiri..



“Bertho Lojisua-Surakarta (26-10-2015)”

Di Tegukan Kopi (1)

Di tegukan kopi
Di tegukan kopi ini
Kisah kita nyaris tanpa ujung

Meski kan habis
Di genggammu, di pandangku
Di bibirmu pada tawamu

Di tegukan kopi ini
Kita larut dalam hitamnya
Hmm..lalu kita mulai buta
Larut dalam segelas makna
. . . . . . . . . . . . .
Kita semakin buta
 . . . . . . . . . . . . 
Teruskan saja..


*Dibertho @laut lepas-DK8 (28 Januari 2015)

Doc.Dibertho Lojisua

Senin, 05 Januari 2015

Pena Kaca: Jadikan Kami Ikan

Pena Kaca: Jadikan Kami Ikan: Oleh: Bertho Lojisua   Anak kecil berjalan pada bibir kolam yang berisi ikan, mungkin ikan Mujair dan ikan sejenisnya yang yang belan...

Pena Kaca: Sang Sejuk

Pena Kaca: Sang Sejuk: Dibertho Lojisua with Yopi Paty Sua Sejuk menari-nari  pada desah dedaun rindang Sejuk melambai-lambai pada perkasa biru langit Sej...

Jumat, 02 Januari 2015

Pena Kaca: Hanya Kita

Pena Kaca: Hanya Kita: Menapaki jejak langkah yang terpengal Mencari diantara debu yang berhembus Ku hapus semua jejak itu dengan tangan terbuka Yakinku ini buk...

Memang Begitu



Detak detik jarum jam berdetak
Berdetak sudah beribu tak terhitung
Pudar padam rasa ini oh pudarlah
Pudarlah setelah aku berkata-kata
Berdetak jantung sekujur tubuh
Jatung berdebar tubuh bergetar

Jujurlah jujur jika harus berjujuran
Tak ada yang salah kecuali rasa bersalah
Aku bersalah sebab aku menyerah
Hanya menjadi masalah jika aku pasrah
Sejak saat itu kau ialah kagumku
Hilang jauh lalu muncul dengan tajam
Muncul menghadang lalu ku tumpulkan

Kuberanikan diri di hari kemarin
Ku katakan rasa di hatiku padamu
Tak ada maksud apapun terhadapmu
Andai bisa ku tuangkan rasa ini pada angin
Sudah aku tuangkan bahkan pada pelangi sekalipun

Tetapi aku tak cinta pada angin yang berhempus lembut
Aku tak sayang pada pelangi dengan pesonanya warnanya
Tetapi pada dirimu yang lebih lembut dari pada desiran angin
Dirimu yang lebih mempesona dari pada warna warni pelangi
Sudah ku katakan dan sudah kau dengarkan

Walau terdengar aneh untukmu namun begitulah yang terjadi
Dan biarlah dihembus angin
Lepaslah dipetik pelangi
Maaf....tak ada maksud apapun terhadapmu
Aku hanya mau mengatakan dan ingin kau mendengarkannya saja
Itu sudah cukup..
Begitulah aku terbebas tanpa bekas
Lalu kita sama-sama begegas utuk mimpi-mimpi di depan kita..
Tiada salah kita saling mendoakan
Sebagai sahabat yang baik..itulah cinta.. Amin.. J J J





                                                                            Dibertho Lojisua_Djogja 29/12/14
                                                                           ‘kebebasan ialah kata-kata kejujuran’