Minggu pagi aku sudah berada di
sana di taman yang kita janjikan, ketika kau masih di perjalanan yang katamu
macet, yah aku bisa memaklumi itu, sebab kota ini adalah kota dengan sumbangan
polusi dari kendaraan bermotor terbesar se-Asia Tenggara, kota yang nyaris
tanpa pejalan kaki. Tetapi aku belum percaya pada alasan tentang keterlambatan dirimu.
Aku lebih yakin kalau dirimu masih di depan cermin menatap wajahmu lalu berkata
“….kamu cantik sekali hari ini”, sambil membayangkan kata-kata itu keluar dari
mulutku. “Aku cantik, hmmm aku lumayan cantik”, dan kemudian kamu memuji dirimu
sendiri, menatap wajahmu di depan cermin.
Dua menit dan kemudian sepuluh
menit kamu belum tiba, lalu tiga menit dari sepuluh menit tadi kamu datang dengan
sketsa senyum lama, melangkah dengan irama yang konstan, masih seperti yang
dulu. Kamu tersenyum dengan penuh pesona di wajahmu. Aku tertarik pada rautmu,
kesederhanaamu, dan tawamu, pada ekor kudamu sejak dulu pun sekarang masih.
Kamu duduk disampingku, kita menghadap ke barat membelakangi percikan mentari
pagi. Semalam aku telah mempersiapkan ceritaku untuk kau dengarkan. Tapi aku
tak punya kesempatan untuk bercerita selain dengar, angguk-angguk, lalu tertawa
yang kadang bukan karena isi cerita tapi bahasa tubuhmu yang mulai keibu-ibuan.
Seluruh panjang lika-liku perjalananmu kau ceritakan dibubuhi sedikit bumbu nasehat
lucu padaku. Kau orang yang pandai bercerita sampai-sampai semua cerita yang
telah ku siapkan semalam dengan tanpa tidur kau lahap habis nyaris tanpa sisa.
Pada sebuah taman suatu minggu pagi
kita duduk pada bangku batu dekat bibir jalan di antara hiruk pikuk orang-orang
dengan motivasi yang berbeda; rekreasi sehat, cuci mata, memotret, berselingkuh
ringan (mungkin) dan semua mereka melarikan diri beberapa saat dari bayangan rutinitas
yang monoton. Sesekali orang-orang itu menginjak kepala kita pada bayangan yang
berada di depan kita. Kadang sikap membisu yang sedikit panjang menjadi spasi
untuk kita memulai hal-hal baru, kadang diam-diam aku nyalakan tawa lewat pintu
cerita lama, kadang diam-diam kau tersenyum sendiri, lalu diam-diam aku
berpikir apa yang kau pikirkan, adakah kau suka tersenyum tanpa ada sesuatu
yang mengganjal pikiranmu, “itu berarti kau mulai gila”, atau kau sedang
membayangkan masa lalu kita sebelum tahun kemarin kau ter-pinang lalu dipinang?,
“ah..itu terlalu rumit!!” Bisakah Minggu ini terulang lagi? Dan ku harap..….!!
Bertho -’di
bawah pijar lampu hampir suram’
Tidak ada komentar:
Posting Komentar