Rabu, 02 Januari 2013

SUATU MINGGU PAGI



Minggu pagi aku sudah berada di sana di taman yang kita janjikan, ketika kau masih di perjalanan yang katamu macet, yah aku bisa memaklumi itu, sebab kota ini adalah kota dengan sumbangan polusi dari kendaraan bermotor terbesar se-Asia Tenggara, kota yang nyaris tanpa pejalan kaki. Tetapi aku belum percaya pada alasan tentang keterlambatan dirimu. Aku lebih yakin kalau dirimu masih di depan cermin menatap wajahmu lalu berkata “….kamu cantik sekali hari ini”, sambil membayangkan kata-kata itu keluar dari mulutku. “Aku cantik, hmmm aku lumayan cantik”, dan kemudian kamu memuji dirimu sendiri, menatap wajahmu di depan cermin.

Dua menit dan kemudian sepuluh menit kamu belum tiba, lalu tiga menit dari sepuluh menit tadi kamu datang dengan sketsa senyum lama, melangkah dengan irama yang konstan, masih seperti yang dulu. Kamu tersenyum dengan penuh pesona di wajahmu. Aku tertarik pada rautmu, kesederhanaamu, dan tawamu, pada ekor kudamu sejak dulu pun sekarang masih. Kamu duduk disampingku, kita menghadap ke barat membelakangi percikan mentari pagi. Semalam aku telah mempersiapkan ceritaku untuk kau dengarkan. Tapi aku tak punya kesempatan untuk bercerita selain dengar, angguk-angguk, lalu tertawa yang kadang bukan karena isi cerita tapi bahasa tubuhmu yang mulai keibu-ibuan. Seluruh panjang lika-liku perjalananmu kau ceritakan dibubuhi sedikit bumbu nasehat lucu padaku. Kau orang yang pandai bercerita sampai-sampai semua cerita yang telah ku siapkan semalam dengan tanpa tidur kau lahap habis nyaris tanpa sisa. 

Pada sebuah taman suatu minggu pagi kita duduk pada bangku batu dekat bibir jalan di antara hiruk pikuk orang-orang dengan motivasi yang berbeda; rekreasi sehat, cuci mata, memotret, berselingkuh ringan (mungkin) dan semua mereka melarikan diri beberapa saat dari bayangan rutinitas yang monoton. Sesekali orang-orang itu menginjak kepala kita pada bayangan yang berada di depan kita. Kadang sikap membisu yang sedikit panjang menjadi spasi untuk kita memulai hal-hal baru, kadang diam-diam aku nyalakan tawa lewat pintu cerita lama, kadang diam-diam kau tersenyum sendiri, lalu diam-diam aku berpikir apa yang kau pikirkan, adakah kau suka tersenyum tanpa ada sesuatu yang mengganjal pikiranmu, “itu berarti kau mulai gila”, atau kau sedang membayangkan masa lalu kita sebelum tahun kemarin kau ter-pinang lalu dipinang?, “ah..itu terlalu rumit!!” Bisakah Minggu ini terulang lagi? Dan ku harap..….!!



Bertho -’di bawah pijar lampu hampir suram’




Tidak ada komentar:

Posting Komentar